Fakultas Hukum UNY Gelar Seminar Nasional Bertema Pembaruan Hukum Acara Pidana: RUU KUHAP sebagai Langkah Menuju Keadilan yang Berkelanjutan

Fakultas Hukum Universitas Negeri Yogyakarta sukses menggelar Seminar Nasional dengan mengangkat tema “Pembaruan Hukum Acara Pidana: RUU KUHAP sebagai Langkah Menuju Keadilan yang Berkelanjutan.” Acara yang digelar pada hari Senin, 22 September 2025 ini dilaksanakan di Aula Lt. 7 Gedung Imam Barnadib Sekolah Pascasarjana UNY. Acara Seminar Nasional ini dibuka oleh Benni Setiawan, S.H.I., M.Si., M.I.Kom selaku Dosen FH UNY sekaligus Ketua Panitia Seminar Nasional yang dilanjutkan sambutan oleh Prof. Dr. Siswanto, M.Pd selaku Wakil Rektor Bidang SDM dan Hukum UNY. Seminar Nasional ini terbuka untuk umum yang juga diikuti oleh civitas akademika UNY serta mitra Fakultas Hukum UNY.

Bertindak selaku Keynote Speaker dalam Seminar Nasional ini yakni Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P serta beberapa narasumber di antaranya Dr. Anang Priyanto, S.H., M.Hum (Dosen FH UNY), Dr. M. Arif Setiawan, S.H., M.Hum, (Advocat dan Dosen FH UII), Dr. Fatahillah Akbar, S.H., LL.M (Dosen FH UGM), serta RR. Shinta Ayu Dewi, S.H., M.H (Koordinator pada Kejaksaan Tinggi DIY). Adapun Moderator dalam Seminar Nasional adalah Muhammad Karim Amrullah, S.H., M.H yang merupakan Dosen FH UNY. Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P dalam sambutannya menyampaikan bahwa RUU KUHAP yang nantinya akan mengubah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, saat ini sudah disusun dengan jumlah 334 pasal. Penyusunan RUU KUHAP ini dipandang perlu dilakukan sebagai konsekuensi bahwa hukum dituntut untuk selalu berkembang (dinamis) seiring dengan kepentingan masyarakat yang selalu berubah. Dalam RUU KUHAP ini terdapat salah satu rumusan pasal menarik yang perlu dicermati di antaranya mengenai pemberlakuan restorative justice. Restorative justice dimaknai sebagai suatu penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemilihan kembali pada keadaan semula atau dapat dikatakan sebagai suatu penyelesaian hukum di luar pengadilan. RUU KUHAP ini menjadi bahan diskusi dan perhatian dari berbagai kalangan karena sebagaimana diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang notabene sebagai hukum pidana materiil secara efektif akan berlaku mulai tahun 2026 mendatang. Sejalan dengan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P, beberapa narasumber juga menyampaikan pendapatnya terkait RUU KUHAP. Dr. Anang Priyanto, S.H., M.Hum menyampaikan bahwa mediator memegang peranan penting dalam pelaksanaan keadilan restoratif, mediator harus profesional, independen, dan diatur di dalam Peraturan Pemerintah untuk lebih memberikan kepastian hukum. Mediasi juga pada dasarnya tidak dapat dibatasi waktu karena memerlukan kesepakatan para pihak yang tidak dapat terjadi sesaat. Dr. Fatahillah Akbar, S.H., LL.M juga menyampaikan bahwa KUHAP merupakan salah satu Undang-Undang yang sangat dekat dengan Hak Asasi Manusia serta dekat dengan kehidupan sehari-hari. KUHAP lahir untuk mendampingi KUHP, sehingga KUHAP memegang peranan penting untuk mencari jalan tengah antara kepentingan egosektoral lembaga hukum dan kepentingan masyarakat sehingga terwujud keadilan. Dr. M. Arif Setiawan, S.H., M.Hum menyampaikan bahwa pentingnya penguatan mekanisme pra peradilan dalam konteks judicial saat ini. RR. Shinta Ayu Dewi, S.H., M.H menyampaikan bahwa dalam rekonstruksi kewenangan penyidikan pada RUU KUHAP, diarahkan untuk memperkuat check and balances. Peran penyidik dalam sistem peradilan pidana saat ini adalah bahwa penyidik dikualifikasikan sebagai penyidik utama, hal ini menjadi salah satu hal penting yang harus diatur di dalam KUHAP yakni mengenai penyetaraan, jadi tidak ada lagi istilah penyidik utama karena ada kekhawatiran terkait penyalahgunaan kewenangan terkait dengan penanganan berkas perkara, misalnya dalam prosedur berkas perkara P-19 yang tidak kunjung dipenuhi oleh penyidik sehingga ada anggapan bahwa perkara pidana akan hilang/tidak jelas ataukah dapat dilanjutkan ke tahap penuntutan.

Acara Seminar Nasional ini semakin menarik dengan adanya sesi diskusi tanya jawab mengenai tema Seminar Nasional, melalui kegiatan seminar nasional ini bukan hanya sekedar seminar nasional tetapi juga kontribusi UNY kepada kepada perkembangan hukum di Indonesia, serta komitmen UNY untuk selalaui consern pada perbaikan hukum di Indonesia. Kegiatan ini juga sebagai upaya untuk lebih mengenalkan Fakultas Hukum UNY kepada masyarakat luas, menguatkan jejaring dengan para mitra seperti pengadilan, kejaksaan, dunia usaha, asosiasi advokat, dan lain-lain. Seminar Nasional ini diakhiri dengan penyerahan cinderamata kepada narasumber serta sesi foto bersama para narasumber Seminar Nasional beserta pimpinan Universitas maupun Fakultas Hukum UNY.

.